Nilai Tradisi
BUDAYA Lokal & Warisan Budaya
BUDAYA LOKAL Sebagai Warisan Budaya dan Upaya Pelestariannya
source: http://www.bksnt.jogja.com, and posted by Cakra Prabu Krisna & tipikor99
Masyarakat terbentuk melalui sejarah yang panjang, perjalanan berliku, tapak demi tapak, trial and error. Pada titik-titik tertentu terdapat peninggalan-peninggalan yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya. Warisan budaya, menurut Davidson (1991:2) diartikan sebagai ‘produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa’. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu.
Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari budaya-budaya lokal yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan), kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat (Galla, 2001: 12) Kata lokal disini tidak mengacu pada wilayah geografis, khususnya kabupaten / kota, dengan batas-batas administratif yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang seringkali melebihi wilayah administratif dan juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas dengan wilayah budaya lainnya. Kata budaya lokal juga bisa mengacu pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya. Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisan budaya yang ada menjadi milik bersama. Ini berbeda situasinya dengan Negara Australia dan Amerika yang warisan budayanya menjadi milik penduduk asli secara eksklusif sehingga penduduk asli mempunyai hak untuk melarang setiap kegiatan pemanfaatan yang akan berdampak buruk pada warisan budaya mereka (Frankel, 1984). Sumber: http://www.bksnt-jogja.com/bpsnt2008/artikel_detail.php?id=208
Read Full Post | Make a Comment ( 1 so far )TARAPAN Kraton Yogyakarta
TARAPAN Di Lingkungan Kraton Yogyakarta
source: http://www.bksnt.jogja.com, and posted by Cakra Prabu Krisna & tipikor99
Tarapan adalah suatu upacara peralihan atau life-cycle seorang gadis. Upacara tersebut dilaksanakan pada saat pertama kali si gadis haid. Pelaksanaan upacara tersebut pada setiap gadis tidak sama, ada yang masih duduk di SD, SMP, maupun SMA, dan tepatnya seminggu setelah haid atau setelah selesai haid diadakan upacara tarapan.
Di dalam upacara tarapan tidak lupa diadakan sesaji untuk roh-roh halus yang berada di sekeliling kita. Menurut kepercayaan, manusia hidup melalui beberapa tahap: masa dalam kandungan, kelahiran, akil-balig, dewasa, perkawinan dan kematian. Pada tiap tahap kehidupan, manusia menghadapi bahaya, kesialan, kegagalan, musibah, lebih-lebih mengancamnya pada saat peralihan dari tahap satu ke tahap selanjuntya. Maka saat peralihan tersebut disebut juga masa krisis, pancaroba, dan untuk memperkuat diri dengan cara memohon doa restu supaya berhasil tahap hidupnya yang baru saja ditinggalkannya, dengan mengadakan suatu upacara. Dalam upacara tersebut diadakan sesaji yang ditujukan kepada roh nenek moyang, roh halus yang berada di sekeliling tempat manusia yang bersangkutan. Dengan adanya sesaji tersebut dimaksudkan agar roh-roh jahat yang tinggal di sekeliling manusia tersebut menikmati sesaji tersebut sehingga tidak mengganggu orang yang sedang menjalani saat peralihan, dan dengan demikan mereka terhindar dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh roh-roh jahat tersebut. Selain sesaji juga tingkah-laku dan benda-benda yang dipergunakan dalam upacara terapan mengandung makna atau lambang-lambang tertentu yang bertujuan baik bagi kehidupan gadis yang bersangkutan di kelak kemudian hari.
Dewasa ini upacara terapan mulai banyak ditinggalkan, terutama masyarakat biasa. Namun di lingkungan kraton masih melestarikan sampai sekarang, walaupun pelaksanaan upacaranya lebih disederhanakan. Biarpun disederhanakan tetapi maksud dan tujuan tetap sama yaitu memohon perlindungan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan doa restu kepada pinisepuh supaya terhindar dari bahaya yang selalu mengancam dalam perjalanan masa remaja, sehingga selamat dan sejahtera hidupnya lebih-lebih bagi seorang remaja putri.
Selengkapnya : Laporan Penelitian JARAHNITRA No. 006A/P/1966. Sumber: http://www.bksnt-jogja.com/bpsnt2008/artikel_detail.php?id=177
Read Full Post | Make a Comment ( None so far )MITOS Kyai Candra Bumi
MITOS Kyai Candra Bumi Kajian Nilai Magis Relegius Bagi Masyarakat Pendukungnya
source: http://www.bksnt.jogja.com, and posted by Cakra Prabu Krisna & tipikor99
Penelitian yang berjudul Mitos Kyai Candrabumi: Kajian Nilai Magis Religius bagi masyarakat Pendukungnya, berangkat dari permasalahan adanya kepercayaan dan keyakinan masyarakat di wilayah Dusun Gupitan dan sekitarnya mengenai kekeramatan makam Kyai Candrabumi di Dusun Gupitan, wilayah Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa-Tengah, yang konon bisa memberi berkah kepada siapa pun yang mengajukan permohonan dengan niat dan maksud baik.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah siapa sebenarnya Kyai Candrabumi tersebut dan bagaimana awal mulanya, sehingga beliau menjadi begitu dikenal di kalangan masyarakat luas, serta diyakini bisa memberi berkah demi terkabulnya suatu keinginan; bagaimana pandangan masyarakat pendukungnya terhadap keberadaan Kyai Candrabumi; dan bagaimana nilai magis dan nilai religius dari mitos Kyai Candrabumi tersebut sehingga terus mendorong minat masyarakat untuk memohon berkah kepada beliau atau bernazar atas nama beliau dalam menginginkan sesuatu.
Setelah diadakan penelitian dan wawancara kepada beberapa pihak, di sini dapat diketahui bahwa mengenai siapa sebenarnya Kyai Candrabumi tersebut sampai saat ini belum ada penjelasan secara pasti. Tentang tokoh Kyai Candrabumi tersebut di kalangan masyarakat setempat masih terjadi kesimpang-siuran pendapat. Ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa Kyai Candrabumi tersebut semula adalah pengikut Pangeran Diponegoro. Pada saat Pangeran Diponegoro tertangkap Belanda di Magelang, dia melarikan diri ke pedalaman wilayah Magelang, hingga akhirnya tiba di suatu tempat yang tersembunyi (nggupit). Di tempat tersebut dia menyepi hingga mencapai muksa. Sebagian lain berpendapat bahwa Kyai Candrabumi adalah seorang putra raja Yogyakarta yang bernama Gusti Amat. Oleh karena suatu sebab, beliau lolos dari istana, lalu mengembara ke wilayah pedalaman hingga sampai di suatu tempat yang tersembunyi (nggupit), kemudian beliau menyepi di tempat tersebut hingga mencapai muksa.
Mengenai hal itu, setelah dikonfirmasikan ke pihak Kraton Yogyakarta, didapatkan informasi bahwa untuk nama Kyai Candrabumi, di Kraton Yogyakarta tidak dikenal. Namun, untuk nama Gusti Amat, menurut penjelasan dari pihak Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta, nama tersebut adalah sebutan lain dari Gusti Pangeran Harya Suryaningalogo, yang merupakan satu-satunya putra Sri Sultan HB V yang lahir dari permaisuri. Akan tetapi, beliau lahir setelah ayahandanya wafat sehingga tidak bisa diangkat menjadi HB VI karena sudah terlanjur mengangat adik HB V yang bernama Gusti Raden Mas Mustojo sebagai HB VI. Gusti Pangeran Harya Suryaningalogo juga tidak diangkat menjadi HB VII karena HB VI mempunyai putra yang lahir dari permaisuri sehingga yang diangkat menjadi HB VII adalah putra HB VI sendiri. Sumber: http://www.bksnt-jogja.com/bpsnt2008/artikel_detail.php?id=73
Read Full Post | Make a Comment ( None so far )